Kenapa Perlu Tata Guna Tanah? Apa Fungsinya?
Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola sebaik-baiknya demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mengelola tanah seperti itu diperlukan aturan main dalam hal menguasai dan menggunakannya yang bersifat adil, sesuai potensi, dan menjaga kelestarian lingkungannya. Saah satu upaya untuk menyiapkan aturan main tersebut adalah menyusun perencanaan tata guna tanah (land use planning).
Perencanaan tata guna awalnya merupakan teknik untuk menyusun rencana penggunaan tanah yang paling sesuai untuk suatu wilayah. Di kawasan pedesaan, teknik ini digunakan untuk merencakan jenis tanaman atau komoditi yang paling cocok dan menguntungkan untuk suatu areal pertanian. Di kawasan perkotaan dimaksudkan untuk menentukan jenis penggunaan tanah atau kegiatan paling menguntungkan. Perencanaan tata guna tanah berbeda dengan perencanaan komprehensif karena hanya terfokus pada penentuan jenis penggunaan tanah, belum menentukan rencana kegiatan lain secara keseluruhan seperti transportasi, prasarana jaringan listrik, air bersih, limbah, dan lain sebagainya. Tentu tujuan awal perencanaan penggunaan tanahnya masih berfokus pada keuntungan ekonomi kegiatan tertentu.
Dalam perkembangannya muncullah teori lokasi sewa lahan yang dikemukakan oleh seorang petani Jerman bernama Von Thunen (1851). Selanjutnya berturut-turut berkembang teori lokasi industri pendekatan input produksi oleh Alfred Weber (1929), sebaran hexagonal lokasi pusat pelayanan oleh Christaller (1933), dan sebaran lokasi industri dengan pendekatan area pasar August Losch (1954). Teori August Losch merupakan puncak dari teori-teori lokasi, di mana teori lokasi berkembang menjadi teori pengembangan ekonomi wilayah. Munculnya ilmu wilayah diawal dengan munculnya grup teori polarasi yang dirintis oleh Francois Perroux (1950) yang mengoreksi teori ekonomi neoklasik dengan memasukkan dimensi ruang dalam analisa pertumbuhan kota dan wilayah. Sejalan dengan itu, khusus untuk kawasan perkotaan berkembang bidang ilmu perencanaan kota (Urban Planning). Setelah ilmu perencanaan berkembang maka Walter Isard (1956) mengkaji interaksi antara kota dan wilayang belakangnya lebih sehingga menjadikan teori pengembangan wilayah menjadi tersendiri yang disebut ilmu wilayah (regional science).
Ilmu Wilayah merupakan awal penelaahan adanya interaksi antar komponen ruang wilayah di dalam pengembangan ekonomi wilayah, yaitu faktor fisik, sosial, ekonomi, dan budaya. Teori polarasi dalam ilmu wilayah dilanjutkan oleh Myrdal (1957) yang percaya bahwa sebaran kemakmuran ke daerah belakang (spreading effect) perlu adanya campur tangan pemerintah. Sementara itu Hirschman (1958) dengan teori yang sama percaya adanya sebaran kemajuan ke wilayah belakangnya dengan efek menetes (trickeldown effect) tanpa campur tangan pemerintah.
Pada awal 1980-an, para ahli dan birokrat pengembangan wilayah Indonesia mengetrapkan model pengembangan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP), Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) dan Satuan Pengembagan (SP). Dengan berkembangnya metode perencanaan tata guna tanah, ilmu perencanaan kota, dan ilmu pembangunan wilayah maka di Indonesia ada terobosan baru dengan munculnya istilah rencana tata ruang (spatial plan). Model ini tidak menggunakan istilah tanah, kota dan wilayah tetapi menggunakan istilah ruang wilayah. Artinya adalah bahwa rencana tata guna tanah (land use plan) dan rencana kota (urban plan) menjadi satu kesatuan atau ada dalam rencana tata ruang. Sementara itu, di negara-negara lain umumnya tetap menggunakan istilah land use planning, urban planning, dan regional planning.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aplikasi rencana tata ruang dalam sistem manajemen penataan ruang di Indonesia masih banyak menemui kendala. Antara rencana dan kenyataan pemanfaatan ruang banyak yang belum sesuai bahkan menyimpang. Hal itu terutama disebabkan masalah penguasaan tanah. Di sini perlu adanya suatu proses atau kegiatan yang menjembatani antara rencana tata ruang dengan subjek atau pemegang hak atas tanah. Proses penatagunaan tanah diperlukan untuk menjabarkan agar rencana tata ruang dapat diterapkan dengan baik pada bidang tanah yang haknya ada di masyarakat. Inilah jawaban kenapa perlu penatagunaan tanah. Kegiatan penataan tanah kini tidak sekedar menata pengunaan tanah namun mencakup pengaturan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aplikasi rencana tata ruang dalam sistem manajemen penataan ruang di Indonesia masih banyak menemui kendala. Antara rencana dan kenyataan pemanfaatan ruang banyak yang belum sesuai bahkan menyimpang. Hal itu terutama disebabkan masalah penguasaan tanah. Di sini perlu adanya suatu proses atau kegiatan yang menjembatani antara rencana tata ruang dengan subjek atau pemegang hak atas tanah. Proses penatagunaan tanah diperlukan untuk menjabarkan agar rencana tata ruang dapat diterapkan dengan baik pada bidang tanah yang haknya ada di masyarakat. Inilah jawaban kenapa perlu penatagunaan tanah. Kegiatan penataan tanah kini tidak sekedar menata pengunaan tanah namun mencakup pengaturan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.